Friday

04-07-2025 Vol 19

Perangkat Windows Tumbang Akibat Serangan CrowdStrike, Microsoft Rombak Sistem Keamanan

Jakarta – Microsoft akan merombak sistem keamanan Windows setelah sejumlah perangkat Windows tumbang saat insiden CrowdStrike pada tahun lalu.

Perusahaan ini mengembangkan sistem keamanan baru di tingkat kernel dengan di bagian paling inti dalam sebuah sistem operasi. Perombakannya dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden sejenis CrowdStrike yang sempat membuat kehebohan besar.

Untuk membangun arsitektur kernel yang lebih aman, maka Microsoft bekerja sama dengan sejumlah pembuat antivirus dan beberapa perusahaan keamanan siber. Langkah tersebut dilakukan untuk mencegah kode berbahaya masuk ke dalam kernel Windows.

Vice President (VP) Microsoft, David Weston mengatakan pihaknya sedang bekerja sama dengan CrowdStrike, Bitdefender, ESET, Trend Micro, dan sejumlah perusahaan keamanan besar lain untuk mengembangkan solusi jangka panjang.

Sedikitnya belasan mitra yang sudah mengirimkan data teknis dengan beberapa memberikan ratusan halaman yang berisi berbagai persyaratan yang dimasukkan ke dalam platform baru tersebut.

“Ini sebenarnya adalah industri yang penuh kompetitor, namun semuanya sudah angkat bicara dan mau membangun platform baru yang bisa dikerjakan oleh semua,” ucapnya.

CrowdStrike mengungkap lebih banyak informasi tentang pembaruan bermasalah yang membuat jutaan perangkat Windows tumbang pekan lalu pada pada 2024. Persoalan pembaruan ini adalah piranti lunak penguji yang tidak berfungsi semestinya.

Kejadian ini dianggap akibat banyak gangguan teknologi informasi (TI) dalam sejarah yang menyebabkan pembatalan 5.000 lebih penerbangan komersial.

Selain itu mengganggu bisnis mulai ritel, pengiriman paket, dan prosedur di rumah sakit yang merugikan secara uang, waktu, dan produktivitas staf.

Masalah ini disebabkan oleh update CrowdStrike yang error dan memerlukan waktu berhari-hari sebelum sistem kembali normal. CrowdStrike mengatakan sejumlah besar dari sekitar 8,5 juta perangkat yang terkena dampak telah kembali online.

Para ahli sepakat masih terlalu dini untuk menentukan kerugian gangguan internet global itu. Namun biaya yang harus ditanggung mereka bisa mencapai US$1 miliar atau Rp16 triliun lebih. (adm)

Sumber: detik.com

adm